30 September 2007

SOMBONG




Mengisi kegiatan berpuasa menarik juga membaca atau mendengarkan ceramah keagamaan. Sebuah email dikirim oleh sahabat yang bersumber dari www.motivasi.web.id bercerita mengenai Sombong. Setelah dibaca dan direnungkan.. rupanya SOMBONG memang penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Bayangkan betapa jeleknya wajah negeri ini jika sebagian besar warganya terjangkit penyakit sombong.
Simak artikelnya sebagai berikut ;
  1. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
  2. Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
  3. Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong. Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri. Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

25 September 2007

LIR-ILIR


Sabtu siang 22 September 2007 saya dan rekan Edi Baredi bersilaturahmi kerumah orang yang kami tuakan bernama Pak Parwoto yang tinggal di bilangan Tebet Barat Jakarta. Beliau seorang tentara pejuang berusia +/- 75 tahun yang sudah banyak merasakan pahit manisnya hidup, sejak jaman gerilya, kemerdekaan, orde lama, orde baru sampai dengan “orde sak karepe dewe” katanya.

Pribadinya sungguh menyenangkan, diusia lanjut beliau masih tetap semangat, penuh canda tawa, dan hidup harmonis bersama ibu Parwoto pasangan hidupnya.. Banyak ilmu yang bisa kita petik dari beliau khususya dari sisi spiritual dan budaya orang Jawa. Dalam obrolan beliau memberi kami sebuah tembang lagu Lir Ilir yang dinyayikan dengan sangat baik dan menyentuh dihati. Subhanallah..

Sebuah karya yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga dalam usaha menyebarkan agama islam di Indonesia khususnya di pulau Jawa, dengan bahasa jawa dan memiliki makna yang sangat dalam pada setiap lirik lagunya.

Lirik Bahasa Jawa :

Lir-ilir.. lir-ilir.. tandure wis sumilir.. Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar.. Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.. lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodot iro..
Dodot iro.. dodot iro.. kumitir bedhah ing pinggir.. Dondomono jlumatono.. kanggo sebo mengko sore.. Mumpung padhang rembulane.. mumpung jembar kalangane .. Yo surako.. surak hiyo..

Terjemahan Bahasa Indonesia :

Sayup sayup.. antara waktu tidur dan terbangun.. Tanaman sudah mulai bersemi.. menghijau.. bagaikan gairah pengantin baru.. Sudah waktunya.. anak gembala.. panjatlah pohon blimbing itu.. walaupun licin tetap panjatlah.. untuk mencuci pakaian.. Pakaian yang koyak sisihkanlah.. Jahitlah benahilah.. untuk menghadap nanti sore.. Selagi terang bulannya.. Selagi banyak waktu luang.. Mari bersorak sorak ayo ..

Luar biasa makna yang dikandungnya. Lir ilir = keadaan dimana kita sedang tertidur selanjutnya terjaga untuk bangun. Blimbing = buah dengan bentuk segi 5 melambangkan rukun islam 5 atau sholat 5 waktu. Anak gembala = simbolisasi dari manusia sebagai khalifah atau pemelihara bumi. Pakaian = hati, jiwa & raga kita yang luka dan senantiasa kotor.

Tembang ini merupakan ajakan untuk beribadahlah kepada Allah.. diwaktu yang tepat khususnya bulan ramadhan. Ada yang mau denger tembangnya..? Klik http://www.youtube.com/watch?v=sgaYV77hK00

Ada yang mau kasih komentar atau nambahin.. silahkan aja klik komentnya.

18 September 2007

FATHIA DITA RAMADHANTI


Setiap tanggal 1 Ramadhan selalu saja teringat betapa bahagianya hati ini kala hadirnya sang buah hati untuk yang pertama.

Kala itu hampir 10 tahun yang lalu, menjelang peralihan tahun, tepatnya jam 21.45 tanggal 31 Desember 1997 atau tanggal 1 Ramadhan 1418 H, lewat operasi cecar sang ibu Wati Musilawati melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 2,7 kg di RSB YPK Menteng Jakarta.

Sebagai bentuk tanggung jawab, rasa syukur dan untuk mengenang hari bahagia, ku beri nama bayi itu FATHIA DITA RAMADHANTI.
Makna nama tersebut adalah FATHIA ; diambil dari surat Al Fatihah yakni surat pembuka dengan harapan anak ini akan membuka kehidupan baru yang lebih baik bagi kami berdua, DITA = DIakhir TAhun lahir 31/12/2007, RAMADHANTI = lahir pada hari pertama umat islam menjalankan ibadah puasa 1 Ramadhan 1418 H

Alhamdullilah bayi tersebut sekarang tumbuh menjadi anak gadis yang sehat, sholeha, baik, pandai dan cantik. Demikian doa dan harapan yang selalu kami panjatkan.

12 September 2007

MARHABAN YA MARHABAN


Bulan suci Ramadhan 1428 H sudah tiba. Bulan penuh berkah yang ditunggu-tunggu umat Islam. Bulan tempat umat Islam berlomba-lomba mencari pahala dan mengharapkan keridho’an Allah SWT.

Bulan penuh ujian menahan rasa haus, lapar, sakit, sedih, maupun kecewa. Bulan yang mengajarkan kepada kita agar kita tetap berjuang untuk mencintai hidup ini dan kehidupan kelak nantinya. Akankah kita sanggup mencapai hari kemenangan dengan meraih kelebihan yang datang nantinya. Semoga saja ... Ahlan Wasahlan Ya Ramadhan.
Kepada Guruku, Orang Tuaku, Saudaraku, Sahabatku, dengan ketulusan hati aku dan keluarga ingin mengucapkan “Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga nilai-nilai agama senantiasa dapat kita jalani dan tingkatkan”